One….two…three…four…..tap…
“Jadi bagaimana cara kita untuk menghindari kecenderungan memakai data data dan data dalam tulisan kita?” Lia, salah seorang peserta kursus Jurnalisme Sastrawi melontarkan pertanyaan tersebut.
“Ya, tergantung kepada siapa kamu menulis, apakah itu audience umum, atau hanya untuk jurnal. Kata-kata jangan ada yang berulang dalam satu kalimat, kalau bisa dalam satu paragraf,” tutur Goenawan Mohammad.
Semua peserta menyimpan begitu banyak pertanyaan di benak mereka. Tapi hanya sedikit yang berani angkat bicara. Tentu sulit menulis tanpa mengulang kata yang sama. Jangankan demikian, terkadang kata “dan” saja seperti jamur tumbuh di permukaan batang pohon Enoki. Banyak tanpa disadari!
“Jangan terlalu banyak menyajikan data dalam satu paragraf. Lebih baik dibagi-bagi. Jangan juga terlalu detail tanpa data hingga melayang-layang.”, jelasnya lebih lanjut.
“Menulis itu butuh latihan. Setiap hari saya latihan menulis. Sekali menulis saya bisa sampai empat jam. Yang paling lama bagian ngeditnya,” ujarnya sembari tersenyum.
Bayangkan, untuk orang yang sudah dianggap dewa oleh sebagian penulis di Indonesia saja, GM; begitu dia sering disapa, masih mengalami kesulitan menulis pendek. Menulis harus fleksibel, menggunakan catatan kaki kalau memang perlu, begitu imbuhnya.
Well, that means I have to start writing. Menulis jadi mirip berdansa buatku. Untuk mahir kita butuh latihan. Menggunakan perasaan, fleksibel dan luwes. Tak ada salahnya bukan kita menggunakan ketukan-ketukan yang sama?
“When my rimbo rhytms start to play, dance with me, make me sway. Like a lazy ocean hugs the shore, hold me close, sway me more.”, penggalan lagu yang satu ini cocok dengan moodku sekarang.
Sungguh, berdansa kini aku dengan penaku. Rasanya? U should try it yourself!